Header Ads

Suku Anak Dalam, Orang Rimba Primitif di Sumatra

Halodunia.co.id – Ular piton di tangan Yusuf menjadi menu santapan keluarga kecilnya siang itu. Kebersamaan menjadi penghangat keluarga kecil Suku Anak Dalam. Di bawah terpal sederhana mereka berteduh dari terik mentari dan guyuran hujan. Lebatnya hutan hujan Pulau Sumatra menjadi peneduh kala siang maupun malam.

Inilah keseharian Suku Anak Dalam, orang rimba primitif di Sumatra. Mereka dijuluki primitif karena jauh dari modernitas. Terasing dari perkembangan zaman maupun hiruk pikuk perekonomian. Uniknya lagi, beberapa Suku Anak Dalam masih melakukan praktik nomaden, atau hidup dengan cara berpindah tempat. Praktik ini menjadi unik, di tengah budaya membangun rumah sudah ada sejak puluhan ribu tahun lamanya.

Meskipun terasing, mereka lebih dekat dengan alam. Alam liar menjadi rumah mereka. Mulai dari tidur, mencari makan, hingga bersenda gurau bersama keluarga. Namun, kebahagiaan mereka tak selamanya, kini keberadaan mereka semakin terancam dan mengenaskan.

Suku Anak Dalam juga sering dijuluki sebagai Suku Kubu, terkadang mereka disebut sebagai Orang Rimba. Kebisaan melangun atau berpindah-pindah punya alasan tersendiri bagi masyarakat Suku Anak Dalam. Mereka biasa melakukan melangun atau nomaden untuk mencari sumber pangan.

Kebiasaan mereka mencari makan dengan cara berburu, selebihnya ialah meramu. Mereka biasa menggunakan tombak bermata besi, parang, hingga lembing kayu. Selain tumbuhan, mereka biasa berburu ular, kelelawar, hingga jenis rusa. Perburuan mereka terkadang juga menggunakan jerat sebagai perangkapnya.

Saat sumber makanan telah habis, mereka akan bermigrasi mencari hutan yang masih tersedia makanan. Selain itu, melangun akan dilakukan ketika salah satu anggota keluarga mereka ada yang meninggal. Mereka menganggap meninggalnya seseorang akan mendatangkan kesialan.

©2021 Merdeka.com/Fatris MF

Kedua kaki mereka dengan lincah menjelajah lebatnya hutan. Uniknya mereka tak pernah memakai alas kaki. Hingga nampak telapak kaki mereka tebal dan keras. Selain itu, mereka melakukan melangun jika menemui ancaman dari pihak luar. Pasalnya, kini mereka sering berhadapan dengan perusahaan kelapa sawit yang semakin hari mengikis hutan adat mereka.

Hal inilah yang menjadikan kondisi mereka semakin mengenaskan. Yang mulanya hutan terkenal dengan sumber daya yang melimpah, kini saban hari tergantikan dengan perkebunan satu jenis tanaman.

Beberapa Suku Anak Dalam kini telah tersentuh oleh sistem yang lebih modern. Sebagian dari mereka kini mengenal perkebunan karet hingga jerenang yang dijadikan komoditi unggulan Suku Anak Dalam.

Bertahan, mereka mencari penghidupan. Secara garis besar mereka hidup di 3 wilayah ekologis yang berbeda, yang di utara Provinsi Jambi di sekitar Taman Nasional Bukit 30, Taman Nasional Bukit 12, dan wilayah selatan Provinsi Jambi tepat berada di sepanjang jalan lintas Sumatra.

Sebagian besar Suku Anak Dalam menganut kepercayaan animisme. Mereka memercayai adanya roh nenek moyang yang menjadi pedoman. Meski saat ini telah ada beberapa Suku Anak Dalam yang sudah berpindah kepada agama Islam maupun Kristen.

Tradisi lisan menunjukkan, Suku Anak Dalam merupakan bangsa orang Maalau Sesat. Mereka lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duabelas. Hingga kemudian mereka dijuluki sebagai Moyang Segayo.

Beberapa sumber lain menyebutkan, Suku Anak Dalam berasal dari wilayah Pagaruyung dan mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat kenyataan adat Suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa dan adat dengan suku Minangkabau, seperti sistem kekeluargaan matrilineal.

The post Suku Anak Dalam, Orang Rimba Primitif di Sumatra appeared first on Halo Dunia.



from Halo Dunia https://ift.tt/39OB9JK
via IFTTT

No comments

Powered by Blogger.